Keberadaan media pada zaman modern saat ini telah membawa pengaruh yang begitu besar dalam kehidupan masyarakat. Media dijadikan pedoman dan unsur penting dalam memberikan informasi yang sangat dibutuhkan oleh khalayak.
Dalam perkembangan media massa, kita bisa mendapatkan beragam informasi yang berisi edukasi maupun hiburan melalui surat kabar, radio, televisi, bahkan internet. Teknologi komunikasi telah mengambil alih beberapa fungsi sosial manusia. Setiap saat kita melihat fenomena baru yang terjadi dalam masyarakat, dimana fenomena itu merupakan suatu realitas yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan media massa di Indonesia cukup menakjubkan. Data yang ada, seperti dikutip Sendjaja (2000), menunjukkan kondisi sebagai berikut:
1. Di bidang pertelevisian, selain jaringan TVRI saat terdapat 10 (sepuluh) stasiun televisi swasta, yaitu RCTI, TPI, SCTV, ANTEVE, INDOSIAR, METRO TV, TRANSTV, LATIVI, GLOBAL TV, DAN TV 7. Di samping itu kini telah beroperasi 7 televisi berlangganan satelit, 6 televisi berlangganan terrestrial, dan 17 televisi berlangganan kabel.
2. Dunia penyiaran radio pun mengalami kemajuan meskipun tidak sepesat televisi. Hingga akhir tahun 2002, terdapat 1188 Stasiun Siaran Radio di Indonesia. Jumlah itu terdiri atas 56 stasiun RRI dan 1132 buah Stasiun Radio Swasta.
3. Perkembangan industri dan bisnis penyiaran ini tampaknya telah mendorong tumbuh pesatnya bisnis ‘Rumah Produksi’ (Production House/PH). Sebelum krisis ekonomi, tercatat ada 298 buah perusahaan PH yang beroperasi di mana sekitar 80% di antaranya berada di Jakarta.
4. Dunia bisnis media penerbitan, khususnya surat kabar dan majalah, juga mengalami peningkatan khususnya dalam hal kuantitas. Pada tahun 2000, menurut laporan MASINDO, terdapat 358 media penerbitan. Jumlah tersebut terdiri atas 104 surat kabar, 115 tabloid, dan 139 majalah.
Melihat perkembangan media pada data di atas, beberapa tayangan dalam media-media itu pasti turut mempengaruhi keinginan konsumen, dalam hal ini pemirsa, agar tetap setia, rutin menyaksikan tayangan tersebut. Akibatnya, kreatifitas dan potensi yang dimiliki kalangan intelektual sangat dibutuhkan guna mendongkrak atau mempertahankan rating acara televisi. Rating ini ibarat raport mingguan yang harus diperhatikan oleh pemilik media dan bisa dijadikan pedoman mengenai tayangan seperti apa yang menjadi selera konsumen saat ini. Kegiatan dalam melihat rating ini sangat bermanfaat untuk mengevaluasi program acara dalam televisi.
Namun, menurut pendapat saya, yang terjadi dalam industri media di Indonesia adalah tidak peduli apakah acara itu bermanfaat atau tidak, jika disaksikan oleh banyak pemirsa berarti acara tersebut akan terus ditayangkan dalam televisi. Sebaliknya jika suatu tayangan dalam televisi yang memuat ajaran moral, memberi inspirasi dalam kehidupan, namun ratingnya rendah tentu saja tidak akan ditayangkan lagi dalam televisi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa yang akan terjadi apabila masyarakat disuguhkan tayangan yang hanya berorientasi pada rating?
Dalam permasalahan mengenai isi media ini sangat dibutuhkan peran seorang intelektual. Kalangan intelektual biasanya kritis terhadap mekanisme rating. Namun dalam suatu artikel yang saya temukan di internet menyebutkan bahwa kalangan intelektual tidak mengerti proses bagaimana media massa dibuat sehingga sering melakukan penilaian yang over simplifikasi terhadap motivasi kalangan pemilik dan pekerja media.
Menurut Rosten, banyak intelektual yang secara tidak sadar berpikir demikian. Intelektual berpendirian layaknya aristokrat, yang kadang tinggi hati. Mereka lupa, kalangan profesional media pun mempunyai latar belakang yang hampir sama dengan kalangan intelektual. Profesional media sebagian besar sarjana sebagaimana kalangan intelektual. Mereka sama-sama memiliki lingkungan sosial seperti keluarga, agama, dan etika dan pertimbangan moral.
Hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh para intelektual yaitu menumbuhkan ide kreatif terhadapi isi media penyiaran agar tidak hanya bertumpu rating dan mekanisme pasar.
wah wah flo blognya jurnalis sekali, ga kaya aku blog curhat haha
BalasHapushehe...ini juga cuma iseng2 nulis kok, makasih ya....
BalasHapus