Minggu, 17 Januari 2010

lagi lagi nulis..!!!!

Media menjadi sarana yang dapat menghubungkan kita dengan dunia luar. Tanpa media, kita tentunya sulit untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sekeliling kita. Media adalah sumber informasi bagi semua orang di seluruh penjuru dunia. Didukung oleh berkembangnya teknologi informasi seperti internet, yang mulai merambah dan menempatkannya pada posisi yang kuat dibandingkan dengan media massa yang lebih dahulu muncul. Sifatnya yang praktis dan fleksibel, sehingga media online ini dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Ketika media online seperti internet ini mulai dikenal oleh masyarakat, telah dipastikan bahwa media ini akan menjadi sangat populer. Teknologi informasi seperti ini dapat menciptakan perubahan besar dalam kehidupan masyarakat di dunia. Akses terhadap informasi menjadi terbuka dan tak terbatas. Bayangkan saja hanya dengan membuka beberapa situs di Internet, kita bisa mendapat informasi dari berbagai penjuru di dunia, bahkan tanpa harus pergi ke tempat yang hendak kita tuju.
Semakin berkembangnya teknologi informasi juga turut mempengaruhi opini publik. Bagaimana tidak, berbagai rentetan peristiwa dan kasus yang menyeret beberapa nama tokoh di Indonesia ini, kerap diberitakan dalam media massa, seperti radio, koran, televisi bahkan Internet. Kasus-kasus ini tentu saja menyita perhatian dari berbagai kalangan, termasuk publik atau masyarakat itu sendiri. Beberapa stasiun televisi swasta bahkan melakukan wawancara atau dialog interaktif dengan pengamat politik dan tak jarang yang menghadirkan narasumber guna mengorek keterangan mengenai kasus tertentu. Dengan melihat berbagai komentar yang dilontarkan oleh beberapa orang, termasuk tokoh yang ditampilkan di media, kecenderungan yang terlihat saat ini adalah semakin menguatnya tingkat kepercayaan terhadap opini dari tokoh tersebut. Masyarakat cenderung terpengaruh dengan adanya pemberitaan yang dilakukan oleh media massa. Jika hal ini terjadi, maka dalam masyarakat akan terbentuk Opini Publik. Dalam hal inilah media memainkan perannya dalam membentuk opini publik.
Penulis berpendapat bahwa Opini publik berkembang karena pengaruh pemberitaan dari media massa, walaupun ada juga opini publik yang dibangun bukan dari media massa. Pasalnya, media massa mempunyai kekuatan untuk mempercepat tersebarnya sebuah opini.


Mencermati pemberitaan yang akhir-akhir ini sering di ‘blow-up’ pada media, seperti kasus KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Polri (Kepolisian RI) sungguh menarik perhatian berbagai kalangan. Bayangkan saja, lewat kasus yang awalnya muncul dengan adanya penahanan 2 pimpinan non-aktif KPK, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, kini semua orang, termasuk para tokoh mulai angkat suara. Lebih hebatnya lagi, suara-suara yang muncul bernada hampir sama karena telah terbentuknya opini publik. Media mengkonstruksikan KPK sebagai institusi yang bersih dan bebas dari sebagai agen pemberantasan korupsi. Dua lembaga ini, terutama Polri, dinilai telah merekayasa kasus Bibit-Chandra dalam rangka melemahkan KPK. Beberapa kalangan menyesalkan dengan adanya penahanan 2 pimpinan KPK tersebut, bahkan tindakan membela kedua tokoh ini pun sampai pada situs jejaring sosial seperti facebook. Dimana mereka, para pengguna facebook, membuat suatu kelompok atau group untuk membebaskan 2 pimpinan KPK non-aktif dari dugaan kasus yang menimpanya.
Salah satu keunggulan media massa adalah dapat membentukan citra, baik terhadap individu, kelompok, maupun lembaga-lembaga negara. Citra ini akan terbentuk berdasarkan informasi yang diterima oleh masyarakat. Informasi ini dapat membentuk, mempertahankan atau malah memperburuk citra diri. Publik, dalam hal ini masyarakat menganggap sebuah kasus yang sedang terjadi itu penting untuk diperbincangkan. Kemudian media massa dengan gencar memberitakan informasi ini kepada publik untuk memberi penekanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting juga oleh khalayak, begitu pula sebaliknya. Apabila masyarakat terpengaruh dengan pemberitaan ini maka akan terbentuk opini publik karena adanya debat atau perbincangan publik yang dijalankan oleh media massa. Sesuai dengan teori Agenda Setting yang berasumsi bahwa terdapat hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan itu.
Publik dapat melakukan tindakan atau aksi dari apa yang diberitakan melalui media massa. Opini yang kemudian berkembang tergantung dari pemberitaan yang disiarkan melalui media massa itu sendiri.


Dalam situs Internet http://nurudin-umm.blogspot.com/2009/11/opini-publik-sebagai-hukuman-sosial.html menjelaskan bahwa opini publik disebabkan oleh dua hal yaitu opini yang direncanakan dan opini yang tidak direncanakan. Opini yang direncanakan ini memang disusun sedemikian rupa sehingga masyarakat terpengaruh dan menjadi sebuah opini publik, misalnya kasus mengenai Prita dengan Rumah Sakit Omni Internasional, ataupun kasus yang menjerat artis cantik Luna Maya dengan pekerja infotainment. Banyak kalangan yang beropini bahwa kasus ini pada dasarnya sama dimana Luna mengeluh melalui situs pertemanan, twitter, karena merasa masalah pribadinya dipublikasikan oleh infotainment. Sedangkan Prita mengeluhkan lewat email karena Ia merasa tidak puas dengan pelayanan di RS Omni Internasional. Media melihat kasus ini layak untuk diberitakan, dimana keadilan di negara ini belum dapat ditegakkan. Opini yang kemudian terbentuk bahwa masyarakat melihat 2 orang ini pantas untuk mendapatkan dukungan. Beberapa kalangan seperti LSM, para pengguna facebook, bahkan pengemis, anak jalanan memberikan dukungan kepada Prita dengan cara mengumpulkan koin untuk membebaskannya dari jerat hukum. Hal ini merupakan simbol perlawanan dari rakyat kecil terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan kesejahteraan dan belum ditegakkannya keadilan bagi rakyat kecil. Sementara opini yang tidak direncanakan muncul tanpa adanya suatu rekayasa.
Ferdinand Tonnies (Nurudin, 2001:56-57) dalam bukunya Die Offentlichen Meinung menjelaskan bahwa opini publik terbentuk melalui tiga tahapan. Proses ini meliputi yang pertama adalah die luftartigen position. Pada tahap ini, opini publik masih tidak teratur. Masing-masing pihak mengemukakan pendapatnya berdasarkan pengetahuan, kepentingan, pengalaman dan faktor lain untuk mendukung opini yang diciptakannya.
Kedua, die fleissigen position. Pada tahap ini, opini publik sudah menunjukkan arah pembicaraan lebih jelas. Opini-opini ini ada yang mengarah pada opini mayoritas dan minoritas. Tahap ketiga, yaitu die festigen position. Pada tahap ketiga ini, opini publik telah terbentuk dan siap untuk dinyatakan kebenarannya setelah melalui perdebatan publik yang dijalankan oleh media massa.

Adanya peran dari media massa yang berpengaruh besar dalam membentuk opini publik, sangat dikhawatirkan apabila media massa menjadi berubah fungsi dan tidak efektif lagi dalam menyebarluaskan informasi kepada khalayak. Sebuah tayangan yang berdampak negatif seperti sebuah tindak kriminalitas dan asusila atau pemberitaan kasus yang menimbulkan ketidakjelasan informasi, media perlu menerapkan sensor. Sehingga tidak akan timbul opini publik yang menyesatkan masyarakat itu sendiri.
Selain peran media itu sendiri, masyarakat juga berperan dalam mengolah informasi yang diberitakan oleh media massa. Masyarakat harus kritis dalam menanggapi kasus yang terjadi di negara saat ini. Tidak menelan mentah-mentah apa yang diberitakan oleh media. Dalam berpendapat pun harus senantiasa menjunjung tinggi sopan santun dan aturan yang telah dibuat di negara kita.

Selasa, 12 Januari 2010

lika liku hidupku...

Manusia secara hakiki terlahir sebagai maklhuk sosial, tidak bisa hidup tanpa keberadaan manusia lain. Dalam bersosialisasi, manusia akan masuk dalam kelompok, baik kelompok primer maupun sekunder. Sehingga terbentuknya kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Misalnya keluarga, kelompok diskusi, kelompok bermain, dan kelompok belajar.
Dalam kelompok selalu dibutuhkan peran seorang pemimpin yang dapat menggerakkan anggotanya agar melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan kelompok. Kepemimpinan kelompok merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengelola anggota kelompoknya agar dapat mencapai apa yang menjadi tujuan dari kelompok itu sendiri. Tujuan adanya suatu kepemimpinan ini adalah untuk membantu anggota kelompok menciptakan, mempertahankan, dan mengembangkan motivasi kerja pada kelompoknya.
Saat ini saya bergabung dalam sebuah kelompok yang dinamakan dengan Pelayanan Rohani Mahasiswa Katolik (PRMK) di lingkup fakultas ilmu sosial dan politik Universitas Diponegoro. Dalam kelompok ini, anggotanya berasal dari mahasiswa katolik berbagai jurusan di Fisip. Dalam wadah PRMK ini, ada beberapa agenda setiap tahunnya, seperti natalan bersama, bakti sosial, ziarah, dan kegiatan penerimaan anggota baru. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar mahasiswa katolik saling mengenal dan tercipta rasa persaudaraan sehingga diharapkan akan semakin mengembangkan iman rohani dari masing-masing pribadi. Mahasiswa katolik yang tergabung dalam PRMK selalu mengadakan regenerasi kepengurusan. Dalam kepengurusan PRMK masa jabatan 2009/2010, salah seorang dari anggota dipilih dan diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Pemilihan ini dilakukan secara demokratis.
Dalam buku Komunikasi Antarmanusia dijelaskan terdapat 3 gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan lepas-kendali, demokratis, dan otoriter. Gaya kepemimpinan yang pertama yaitu lepas-kendali maksudnya pemimpin tidak mempunyai inisiatif untuk memberi petunjuk atau mengarahkan anggotanya pada tindakan untuk mencari solusi mana yang harus dilakukan dalam menyelesaikan suatu problem dalam kelompok. Peran pemimpin dalam gaya ini membebaskan dan mengijinkan anggotanya untuk melaksanakan tugas masing-masing. Pemimpin hanya menjawab pertanyaan dan memberikan informasi apabila diminta secara khusus (Joseph A Devito,1997:325). Gaya kepemimpinan ini menurut saya lebih relevan jika diterapkan pada kelompok yang anggotanya merupakan sekumpulan orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Tetap diperlukan kontrol dari pemimpin namun anggotanya sudah memiliki pemikiran untuk memecahkan suatu masalah dalam kelompok.
Pada gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin memberikan pengarahan dan mengijinkan anggota-anggotanya untuk memilih alternatif-alternatif tindakan dengan cara yang telah disepakati bersama. Berbeda halnya dengan gaya kepemimpinan lepas kendali, pemimpin yang demokratis mengijinkan anggotannya untuk membuat keputusan sendiri secara demokratis.
Pemimpin yang otoriter mempunyai gaya dalam memimpin yang berkebalikan dengan gaya kepemimpinan lepas kendali. Pemimpin dalam hal ini adalah satu-satunya orang yang menentukan kebijakan kelompok dan membuat keputusan bahkan tanpa persetujuan dari anggota-anggotanya. Anggota harus dapat menerima keputusan. Peran pemimpin lebih diutamakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa sosok pemimpin dalam gaya ini memutuskan kebijakan yang akan diambil secara sepihak, tanpa ada campur tangan dari anggota.
Menurut saya, semua gaya kepemimpinan ini akan bermanfaat jika diterapkan dalam konteks dan situasi komunikasi dalam kelompok tertentu. Tidak seharusnya menganggap bahwa gaya kepemimpinan demokratis lebih baik dibandingkan dengan gaya kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan yang bersifat otoriter cocok diterapkan apabila anggota dalam kelompok menunjukkan kinerja yang rendah secara terus-menerus, walaupun pencapaian kebijakan telah dilaksanakan secara demokratis. Namun apabila semua anggota memiliki pengetahuan yang sama mengenai masalah tertentu dan anggota menaruh atensinya pada kepentingan-kepentingan individu, maka kepemimpinan demokratis lebih sesuai untuk diterapkan (Joseph A Devito,1997:328).
Berangkat dari konsep mengenai gaya kepemimpinan yang telah dijelaskan diatas, maka menurut saya sosok pemimpin dalam kelompok PRMK fisip lebih condong pada figur seorang pemimpin yang tergantung pada situasi yang terdapat didalam kelompok. Memimpin secara fleksibel, disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan kelompok. Ada saat dimana anggota kelompok menunjukkan kinerja yang semakin buruk, maka pemimpin akan menerapkan gaya kepemimpinan otoriter. Hal ini diharapkan anggota menjadi lebih fokus dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya. Namun, di lain kesempatan, pemimpin sangat menghargai banyaknya gagasan dari anggota, partisipasi dari anggota sangat diharapkan dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan demokratis agar keputusan itu dapat diterima oleh semua anggota. Misalnya, menentukan lokasi bakti sosial. Maka pemimpin terlebih dahulu menerima berbagai ide dan pendapat dari masing-masing anggota, yang kemudian akan diputuskan dengan musyawarah. Terdapat pula teoti mengenai kepemimpinan, yaitu teori fungsional. Pada teori tersebut dibedakan 2 kategori perilaku dalam kepemimpinan yaitu kepemimpinan tugas dan kepemimpinan proses. Kepemimpinan tugas lebih mementingkan tanggung jawab seorang pemimpin agar kelompok bergerak mencapai tujuan yang dikehendaki bersama. Pada kelompok PRMK ini meliputi menginisiasi, mengkoordinasikan anggota kelompok pada agenda kegiatan yang akan segera dilakukan, misalnya natalan bersama. Ketua atau pemimpin kelompok harus bekerja sama dengan anggota untuk menyusun acara agar berjalan selaras dan seimbang dengan apa yang diharapkan. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan koordinasi pemimpin dengan anggotanya. Selain itu berkaitan dengan kepemimpinan tugas, pemimpin harus berani mengambil sikap untuk menyimpulkan atau bahkan menambahkan gagasan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Pada kelompok PRMK ini, pemimpin dalam rapat atau diskusi selalu mencari jalan keluar dengan meminta anggotanya untuk mengeluarkan ide tau gagasan (brainstorming). Misalnya akan diadakan natalan gabungan dengan PRMK dari fakultas lain. Maka ketua atau pemimpin kelompok akan mendiskusikan gagasan dari anggota mengenai acara yang akan dilaksanakan. Hal ini sangat baik untuk dilakukan, karena anggota secara bersama-sama akan memilih alternatif mana yang memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Pada kepemimpianan proses, pemimpin harus dapat memelihara dan menjaga hubungan yang baik dengan anggota. Dalam kelompok PRMK yang saya ikuti, pemimpin kelompok sangat disegani oleh anggotanya karena Ia mampu menciptakan hubungan yang baik dan tidak menganggap bawahan pada para anggotanya.
Menurut Stephen & Pace (1991) mengemukakan bahwa kepemimpinan akan lebih efektif apabila memperlakukan anggotanya sebagai kawan. Pemimpin hendaknya mendahulukan kepentingan umum/bersama daripada kepentingannya sendiri.
Hingga saat ini, masih terjadi perdebatan mengenai asal usul pemimpin yang efektif dalam menggerakkan anggota kelompoknya. Terdapat perdebatan diantara ilmuwan maupun para praktisi, yang masing-masing gigih membela pendapatnya. Satu pihak memberikan argumennya bahwa pemimpin itu dilahirkan (leaders are born), maksudnya adalah seseorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila terlahir dengan bakat-bakat kepemimpinan. Sebaliknya jika seseorang tidak dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan, maka orang tersebut tidak akan pernah ditempatkan pada situasi memimpin anggota secara efektif. Pihak lain menyatakan argumen bahwa pemimpin itu dibentuk (leaders are made). Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan secara terbuka kepada siapa saja untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan dan latihan dasar kepemimpinan. Memang tidak ada yang salah dengan kedua pandangan tersebut.
Menurut saya, betapa pun besarnya bakat seseorang untuk menjadi pemimpin, namun apabila tidak disertai dengan adanya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan itu maka bisa jadi orang tersebut tidak menjadi sosok pemimpin yang efektif. Bakat itu seperti modal kita untuk melakukan sesuatu. Bakat kepemimpinan jika tidak dikembangkan lambat laun akan kehilangan maknanya. Bakat memang penting, tetapi perlu didukung kesempatan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memimpin. Jadi, antara bakat dan kesempatan, kedua hal tersebut harus saling mendukung agar terciptanya kepemimpinan yang efektif dalam kelompok.
Apabila melihat dalam kelompok PRMK, ketua atau pemimpin kelompok ini mempunyai bakat yang ia miliki. Namun, sebelum ia aktif dan masuk dalam kelompok PRMK ini, Ia bukan sosok pemimpin yang baik. Bahkan Ia sangat tidak disegani oleh beberapa temannya, karena Ia sosok orang yang keras dan hanya mementingkan diri sendiri. Namun, sifat-sifat buruknya itu langsung berubah drastis setelah Ia masuk dalam PRMK dan akhirnya diberi kepercayaan untuk memimpin kelompok ini. Hal ini merupakan bukti bahwa kepemimpinan itu juga bisa dilatih selama masuk dalam suatu kelompok. Dimana dalam prosesnya, seseorang akan terbentuk kepribadian dan akhirnya dapat menyesuaikan sikap dengan iklim komunikasi dalam kelompok.
Seorang pemimpin atau ketua dalam kelompok PRMK ini telah menjalankan beberapa fungsi seperti :
1. Pemimpin tersebut menawarkan beberapa alternatif dalam mengambil keputusan. Keputusan ini akan ditinjau kembali dan harus disepakati oleh anggota kelompok.
2.Pemimpin memberikan argumennya terhadap sebuah persoalan dan kemudian meminta saran kepada anggotanya.
3.Pemimpin memberikan ruang bagi anggotanya untuk saling berdiskusi mencari pemecahan masalah dalam kelompok. Dalam hal ini, pemimpin membuka sharing terhadap ide, gagasan dari masing-masing anggota.
Dari penjelasan diatas, seseorang bisa menjadi pemimpin yang efektif apabila secara lahiriah, Ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan. Bakat tersebut harus dikembangkan melalui berbagai kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam kelompok. Selanjutnya ditambah oleh pengetahuan teoritis yang dapat diperoleh dalam berbagai kegiatan, seperti latihan dasar kepemimpinan.
Dari refleksi yang telah saya kemukakan diatas, telah banyak manfaat yang dapat saya peroleh saat berada dan terlibat aktif dalam suatu kelompok. Apalagi kita merasa tertarik untuk bergabung dengan kelompok yang sesuai dengan keinginan/ interest kita. Bagi saya, sosok pemimpin dalam kelompok bagaikan nahkoda yang memandu kapal menuju suatu pulau. Pemimpin berperan penting dalam memandu, menggerakkan, membina anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin yang efektif didukung oleh dua faktor yang saling mendukung yaitu adanya bakat-bakat alamiah dari pribadi orang tersebut dan kesempatan untuk selalu melatih kemampuannya dalam memimpin.